Di akhir masa pemerintahan; SBY mengeluarkan kebijakan yang menguatkan monopoli pemodal (asing) atas SDA dan hajat hidup orang banyak.
(Protes atas diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014)
Pada 23 April 2014, SBY telah
mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Presiden No.39 tahun 2014.
Perpres ini mengatur tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.
Perpres ini mengatur ketentuan kriteria dan persyaratan bidang usaha yang dapat
menjadi bidang penanaman modal (asing) termasuk seberapa besar porsi
penguasaannya dalam bidang usaha tersebut. Keluarnya Perpres ini menimbulkan
pertanyaan besar terkait argumentasi logis yang mendasari pemberlakuannya.
Gunawan selaku perwakilan IHCS
menerangkan, “argumentasi dasar dikeluarkannya Perpres ini menimbulkan
pertanyaan, apalagi dikeluarkan di masa akhir pemrintahan SBY. Arah Perpres ini
juga tidak jelas jika dihubungkan dengan kepentingan rakyat. Seolah hanya
menjadi peluang keuntungan bagi pemodal. Kriteria dan persyaratan bidang
usaha terlalu luas dan banyak unsur-unsur yang subjektif di dalamnya. Sebagai
contoh, dalam UU PMA, persayaratan pembangunan usaha memperhatikan aspek
tata ruang, lingkungan, dll. Dalam Perpres ini hanya mempertimbangkan
lokasi bidang usaha sebagai persyaratan utama. Hal ini sangat memungkinkan
penanaman modal asing, namun tidak mempertimbangkan aspek yang lain.”
Perpres 39 tahun 2014, sedikitnya
mengatur 15 bidang urusan kementerian yang terbuka lebar untuk penetrasi modal
luar negri. Yang mencengangkan, tidak hanya sektor ril seperti energi, SDA,
pelayanan kesehatan yang semestinya diproteksi oleh Negara agar
penyelenggaraanya diutamakan untuk kepentingan rakyat. Tetapi, sektor kelola
rakyat seperti pertanian pangan yang selama ini menjadi sumber kehidupan dan
pemenuhan kebutuhan pangan nasional yang dikelola rakyat secara mandiri, kini
akan berhadapan dengan kekuatan modal asing. Dengan begitu, petani berlahan
sempit akan berisiko tinggi meninggalkan lahan pertaniannya yang saat ini
sedang mengalami persoalan pada pemenuhan input pertanian yang tak terjangkau,
akan menjadi buruh di lahan pertanian pangan yang berada di desa-desa yang
dikelola dengan mekanisme perusahaan yang sudah tentu berorientasi profit.
Beberapa kalangan juga
menganalisis tentang adanya skenario yang kuat dalam memuluskan kepentingan
pemodal (asing) dalam monopoli SDA dan pengelolaan sektor-sektor yang
berhubungan dengan hajat hidup orang banyak melalui Perpres no.39 tahun 2014.
Perwakilan Gabungan Asosiasi Petani Indonesia (GAPI), Yakub mengungkapkan,
“setelah pemberlakuan UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 2007, Perpres 39
tahun 2014 akan membuka ruang seluas-luasnya bagi investor asing
untuk usaha bidang perkebunan dan pertanian yang tentunya berkaitan erat dengan
hajat hidup orang banyak. Skema ini akan membuat ketergantungan pengusaha
kecil/menegah dan petani (rakyat) kepada investor yang lebih besar ataupun
investor asing. Apalagi, praktek usaha di Indonesia sejauh ini sangat lemah
dalam melindungi usaha kecil/menengah ataupun perlindungan terhadap petani. Di
sisi lain, Perpres ini memberikan peluang penguasaan usaha bagi pemodal asing
hingga 95%.”
Perpres ini disimpulkan sebagai
bagian dari skenario monopoli kapital global yang berjalan di Indonesia dan
telah diberlakukan dalam masa pemerintahan SBY, seperti; Agreement on
Agriculture (AoA) paket WTO di Bali, pembangunan konektifitas area dan
infrastruktur ala MP3EI, kerjasama sektor pertanian, infrastruktur, dan pajak
dalam pertemuan G20. Kurniawan Sabar, Manager Kampanye Eknas WALHI menegaskan,
“di Indonesia, pengelolaan SDA dan sektor usaha yang berhubungan dengan hajat
hidup rakyat sangat bergantung dengan sistem ekonomi politik yang saat ini
sedang berjalan. Perpres no.39 tahun 2014 yang keluar di masa injury time
pemerintahan SBY hanya menyempurnakan skenario yang sudah ada. Kita patut
waspada karena Perpres ini tidak menempatkan aspek keberlanjutan ekologis
sebagai persyaratan utama dalam bidang usaha yang dimaksud. Di sisi lain,
investor asing memiliki peluang monopoli usaha dan menciptakan ketergantungan
bagi petani/pekebun di Indonesia. Mereka bisa saja mengeruk keuntungan yang
berlipat ganda dan mengabaikan keberlanjutan ekologis.”
Berdasarkan Perpres ini, untuk
bidang usaha perkebunan tanpa unit pengolahan dengan luas 25 Ha atau lebih,
penanaman modal asing diizinkan sampai maksimal 95 persen dengan rekomendasi
Menteri Pertanian untuk perkebunan Jarak Pagar, Pemanis lainnya, Tebu,
Tembakau, Bahan Baku Tekstil, Tanaman Kapas, Perkebunan Jambu Mete, Kelapa,
Kelapa Sawit, Perkebunan untuk bahan makanan (Teh, Kopi, dan Kakao), Lada,
Cengkeh, Minyak Atsiri, Perkebunan Rempah, dan Perkebunan Karet/Penghasil Getah
lainnya. Selain itu, dalam Perpres ini terdapat ruh yang sangat bertentangan
dengan prinsip memajukan kepentingan rakyat (negara).
Menanggapi hal ini, Yayan dari
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) juga angkat bicara, “kita tidak bisa
melepaskan kehadiran Perpres ini dengan keadaan yang ada sekarang, di berbagai
wilayah di Indonesia telah terjadi begitu banyak konflik agraria akibat
lemahnya perlindungan negara kepada rakyat dalam pengelolaan SDA. Kita
tidak ingin kehadiran Perpres 39 2014 menambah rentetan konflik akibat
ketidakadilan pemanfaatan sumber-sumber agraria karena dikuasai oleh segelintir
orang (pemodal). Harus ada tindakan konkrit untuk membatalkan Perpres ini.”
Perpres ini keluar di akhir masa
pemerintahan SBY, yang tentunya akan menjadi berita buruk bagi masyarakat
Indonesia. “persoalan ini mesti segera dikampanyekan kepada masyarakat luas dan
mendesak Presiden agar segera mencabutnya. Upaya hukum juga dapat ditempuh
untuk membatalkan Perpres ini. Jika tidak berhasil, maka harus dipastikan
Perpres ini mesti menjadi agenda politik yang akan dikerjakan oleh Presiden
yang baru,” tegas Kurniawan Sabar.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar