NPM : 26213537
Kelas : 4EB01
Kelas : 4EB01
Etika Bisnis
Etika dan
integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain.
Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi
seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah
yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa
mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak
yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang
lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih
bebas.
Lewat ilmu
kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang
untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan
berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya
sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan
jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan
tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang
sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang
benar itu benar, dll.
Dunia bisnis,
yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi
mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini,
untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara
semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar
jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi,
jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
1.
Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan bisnis adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu lembanga organisasi atau perubahan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
1. Lingkungan internal
Segala sesuatu didalam organisasi atau perusahaan
yang akan mempengaruhi organisasi atau perusahaan tersebut.
2. Lingkungan Eksternal
Segala sesuatu di luar batas-batas organisasi atau
perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau perusahaan.
Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak
menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang
semakin tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan milik
pemerintah atau swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar,
perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala kecil. Tujuan dari sebuah
bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu,
penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku
berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu
menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat
sinyal masalah, antara lain:
1. Budaya Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
2. Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara
keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi
lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi
takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada
kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa
karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor
pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
3. Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari
mereka.
4. Persaingan di Industri
Tingkat
daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan.
Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan
pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih
banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal
mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling – tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
2. Kesaling – tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola
hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab
sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan
masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan
masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan
bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
1. Kemasan yang
berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan
harga terhadap produknya.
2. Bungkus atau
kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya.
3. Pemberian servis
dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu
bisnis.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus
berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan
karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan
(training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat)
maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
4. Hubungan dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public
tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis terhadap Etika
3. Kepedulian Pelaku Bisnis terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang”, dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap
masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian
latihan keterampilan, dan lain-lain. Dua pandangan tanggung jawab sosial :
1. Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah
bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit
oriented). Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis
sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik
saham adalah tujuan utama perusahaan.
2. Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab
sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Pada pandangan ini
berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang bertanggung jawab
hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah :
1. Pengendalian diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab
sosial (social responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya
excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan
tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi
Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang
sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan"
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan
keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan
keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu
benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya
antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan
aturan main yang telah disepakati bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
"oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep
etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran
dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika
etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika
bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan
Hal
ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis
yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi
dimuka bumi ini.
Dengan
adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah
satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
4. Perkembangan dalam Etika Bisnis
4. Perkembangan dalam Etika Bisnis
Berikut
ini perkembangan etika bisnis :
1. Situasi Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan
Tahun
1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap
establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan
khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum
dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah
corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis
Lahir di AS
Tahun
1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di
sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis
Meluas ke Eropa
Tahun1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10
tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas
serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis
menjadi Fenomena Global
Tahun
1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan
di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business,
Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5. Etika Bisnis dan Akuntansi
5. Etika Bisnis dan Akuntansi
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
6.
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran
Etika Bisnis pada Perusahaan Telekomunikasi WorldCom
Orang pada umumnya yakin perusahaan-perusahaan raksasa yang mapan tidak akan pernah bangkrut. Mengalami penurunan mungkin iya, tetapi tidak untuk bangkrut. Bagaimana mungkin bangkrut? WorldCom, perusahaan komunikasi terbesar kedua di Amerika terpaksa harus menyatakan pailit pada tahun 2002 setelah ketahuan melakukan kecurangan dalam laporan keuangannya.
WorldCom pada awalnya merupakan
perusahaan penyedia layanan telpon jarak jauh. Selama tahun 90an perusahaan ini
melakukan beberapa akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain yang
kemudian meningkatkan pendapatnnya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi $392
milyar pada 2001, yang pada akhirnya menempatkan WorldCom pada posisi ke 42
dari 500 perusahaan lainnya menurut versi majalah fortune.
WorldCom pada saat itu sebenarnya
merupakan perusahaan telekomunikasi yang besar. Dengan jumlah karyawan mencapai
80.000, WorldCom menyediakan layanan telepon jarak jauh dan memiliki backbone
jaringan Internet terbesar. WorldCom berawal dari merger perusahaan Long Distance Discount Services, Inc (LDDS)
dengan Advantage Companies Inc. Bernard Ebbers yang sebagai pendiri
LDDS ditunjuk sebagai CEO WorldCom.
Pada tahun 1990 terjadi masalah
fundamental ekonomi pada WorldCom yaitu terlalu besarnya kapasitas
telekomunikasi. Masalah ini terjadi karena pada tahun 1998 Amerika mengalami
resesi ekonomi sehingga permintaan terhadap infrastruktur internet berkurang drastis.
Hal ini berimbas pada pendapatan WorldCom yang menurun drastis sehingga
pendapatan ini jauh dari yang diharapkan.
Pada awal tahun 2000 perusahaan
komunikasi tersebut sudah mulai mengalami kemerosotan. Pendapatan mengalami
penurunan dan utang semakin banyak. Nilai saham juga terus mengalami penurunan.
Nilai pasar saham perusahaan Worldcom turun dari sekitar 150 milyar dollar
(januari 2000) menjadi hanya sekitar $150 juta (1 juli 2002). Melihat kondisi
tersebut Bernard Ebbers sebagai CEO, Scott Sullivan sebagai CFO dan David Myers
sebagai auditor senior memutuskan mengambil langkah keluar dengan cara mengubah
laporan keuangan. Ada dua cara yang mereka tempuh. Yang pertama, mereka
membukukan ‘line cost‘ sebagai
pemasukan, padahal pada kenyataannya merupakan pengeluaran. Dan yang kedua,
mereka meningkatkan pendapatan dengan entri akun palsu yang ditulis sebagai
“akun pendapatan perusahaan yang tidak teralokasi”.
Cynthia Cooper salah satu auditor
internal WorldCom merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pelaporan keuangan
di situ. Kecurigaannya semakin nyata ketika dia menanyakan perihal keuangan
kepada Sullivan, sang CFO yang dibalas dengan menyuruhnya untuk tidak ikut
campur. Pada masa-masa itu WorldCom menggunakan jasa perusahaan Arthur Andersen
sebagai auditor eksternal independen. Sedangkan Arthur Andersen sendiri dalam
terlilit skandal Enron tidak lama yang lalu. Jadi bisa dibilang kredibilitas
perusahaan Arthur Andersen sendiri mulai dipertanyakan.
Cooper lalu memutuskan menghubungi
kepala komite audit mengenai penemuan timnya. Pada tanggal 20 Juni
diselenggarakan rapat komite audit dewan direksi untuk mendengarkan Cooper dan
Sullivan. Pada pertemuan itu sang CFO berusaha menjelaskan strategi akuntasi
yang dilakukan dia dan berusaha mendapat dukungan dari para dewan, namun gagal.
Pada tanggal 24 Juni, komite audit meminta Sullivan dan Myers untuk
mengundurkan diri sebelum rapat dewan direksi hari berikutnya jika tidak ingin
diberhentikan.
Myers
mengundurkan diri. Sedangkan Sullivan enggan mengundurkan diri, sehingga
dipecat. Pada hari berikutnya WorldCom mengumumkan kenyataan keadaan keuangan
perusahaan mereka keluar. Akhirnya seluruh dunia mengetahui kalau perusahaan
ini telah memalsukan pendapatannya sebanyak 3,8 miliar dolar US. Perusahaan
WorldCom kemudian menyatakan dirinya pailit. Kebangkrutan WorldCom merupakan
kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika pada saat itu dengan nilai asetnya
sebesar 103,9 miliar dolar US. Ebbers akhirnya diganjar penjara selama 25 tahun
karena terbukti ikut terlibat dalam penipuan pelaporan akutansi. Sedangkan
Sullivan sendiri dikenakan hukuman 5 tahun penjara.
Adapun
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh WoldCom, yaitu :
1. Biaya
jaringan yang telah dibayarkan pihak WorldCom kepada pihak ketiga
dipertanggungjawabkan dengan tidak benar. Dimana biaya jaringan yang seharusnya
dibebankan dalam laporan laba rugi, oleh perusahaan dibebankan ke rekening
modal.
2.
Dana cadangan untuk beberapa biaya
operasional dinaikkan oleh perusahaan. Dengan praktik ini, WorldCom berhasil
memanipulasi keuntungannya sebesar $ 2 M.
3.
Penggelembungan uang terjadi karena
adanya praktik akuntansi yang keliru dan manipulasi laporan keuangan oleh pihak
manajemen puncak perusahaan.
4.
Akuntansi yang keliru ini dapat
terealisasi karena dibantu oleh eksternal auditor Arthur Andersen dan staf
akuntansi perusahaan tersebut.
5. Selain
praktik akuntansi yang keliru, CEO WorldCom (Bernie Ebbers) juga menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan
pribadi.
Adapun dampak yang ditimbulkan akibat adanya praktik kecurangan WorldCom :
1.
Nilai saham
turun dari $64,5 menjadi $2 dan akhirnya turun lagi menjadi kurang 1 sen.
2.
Pegawai
mengalami kerugian dana pensiun.
3.
Memberhentikan
karyawan sebanyak 17.000 orang.
4.
WorldCom
mengalami kebangkrutan dan akhirnya pailit.
Peristiwa ini membuktikan sebuah perusahaan yang dari luar terlihat normal sebenarnya bisa saja merupakan sebuah ilusi yang menyesatkan para pemegang saham. Umumnya ilusi yang dipancarkan oleh perusahaan ini tidak lain adalah laporan keuangan yang dipalsukan. Demikianlah kisah sang perusahaan pemilik jaringan Internet terbesar ini menemui kehancurannya.
Referensi :
Beny Susanti. 2008. Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.